Problema Olah Data di Pilkada Oleh: Endi Biaro, Anggota KPU Kab Tangerang


Problema Olah Data di Pilkada Oleh: Endi Biaro, Anggota KPU Kab Tangerang

 

Tak lama lagi KPU melakukan proses pemutakhiran data pemilih. Tahapan ini dilakukan berlapis.  Melalui metode manual, digital, dan juga verifikasi internal.

Kerja manual misalnya sensus langsung menemui pemilih, rumah ke rumah. Metode ini tenar disebut Coklit, pencocokkan dan penelitian. Dilakukan oleh Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih).

Sementara operasi digital, memeriksa, menyandingkan, sumber data pemilih, yang berasal dari Dukcapil, data pemilih berkelanjutan, dan DPT Pileg terakhir. Hasil akhirnya adalah daftar pemilih yang akan diperiksa.

Sementara olah data internal adalah untuk meletakkan jumlah TPS yang dibutuhkan. Pekerjaan ini samasekali tak sederhana. Melibatkan ribuan orang, waktu yang lama, proses ketat, dan bahkan diawasi oleh Bawaslu.

Di sisi lain, pemutakhiran data pemilih oleh KPU terikat berbagai prinsip. Seperti komprehensif (menyeluruh, semua warga yang layak jadi pemilih di data, termasuk kalangan marginal dan disabilitas), akurat, terbuka, partisipatif (bekerjasama dengan aneka kalangan), serta mutakhir (terkini).

Semua itu guna mewujudkan dua perkara. Yakni pertama, memastikan orang yang memenuhi syarat harus masuk dalam daftar pemilih. Seraya yang kedua, menghapus nama yang tak memenuhi syarat pemilih.

Selain problem teknis yang terurai di atas, olah data hak pilih kerap terganggu oleh aspek psiko sosiologis, alias karakter masyarakat.

Di pedesaan, masih kurang kesadaran melengkapi jati diri warga negara sesuai kaidah administratif. Banyak warga yang tak punya KTP bahkan KK. Atau perpindahan alamat yang tak dilaporkan. Belum lagi, warga yang wafat tapi tak diurus keterangan kematian oleh keluarganya. Semua hadangan ini, menjadi kerja tambahan bagi para petugas pendataan.

Kasus warga wafat yang tak dicatat di Dukcapil misalnya, menjadi penyebab data pemilih kotor, harus dibersihkan. Pun dengan warga dewasa yang minus identitas, sulit untuk dimasukkan ke daftar pemilih.

Sementara di perkotaan, petugas pendataan direpotkan untuk menemui langsung pemilih. Terutama yang mukim di apartemen, cluster elit, dan kos-kosan. Ditambah, dalam konteks Pilkada, selera warga kota untuk jadi pemilih, terbilang rendah.

Kendala yang terurai di atas, meniscayakan adanya hak pilih yang tercecer. Alias tak masuk daftar pemilih tetap. Olehnya, KPU membuka ruang lanjutan. Dengan opsi pendaftaran berikutnya, yakni DPTb (Daftar Pemilih Tambahan) dan DPK (Daftar Pemilih Khusus). Dua skema ini menjadi saluran extra bagi warga, agar mereka tetap berkesempatan memilih.

Bila kemudian berbagai strategi KPU itu masih menyisakan residu, alias data yang tak benar-benar bersih, maka itu terjadi karena faktor teknis dan bukan politis.

Sumber :

KPU Kab. Tangerang

Share on Google Plus

About PPK PASAR KEMIS

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 komentar:

Posting Komentar